Posted on 24 Oktober 2009 by Bagus
Prabowo

Kehidupan awal
Megawati adalah anak kedua Presiden
Soekarno yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus
1945. Ibunya Fatmawati kelahiran Bengkulu di mana Sukarno dahulu diasingkan
pada masa penjajahan belanda. Megawati dibesarkan dalam suasana kemewahan di
Istana Merdeka.
Dia pernah menuntut ilmu di
Universitas Padjadjaran di Bandung (tidak sampai lulus) dalam bidang pertanian,
selain juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia (tetapi tidak sampai lulus).
Karir politik Mega yang penuh liku
seakan sejalan dengan garis kehidupan rumah tangganya yang pernah mengalami
kegagalan. Suami pertamanya, seorang pilot AURI, tewas dalam kecelakaan pesawat
di laut sekitar Biak, Irian Jaya. Waktu itu usia Mega masih awal dua puluhan
dengan dua anak yang masih kecil. Namun, ia menjalin kasih kembali dengan
seorang pria asal Mesir, tetapi pernikahannya tak berlangsung lama. Kebahagiaan
dan kedamaian hidup rumah tangganya baru dirasakan setelah ia menikah dengan
Moh. Taufiq Kiemas, rekannya sesama aktivis di GMNI dulu, yang juga menjadi
salah seorang penggerak PDIP.
Karir Politik
Jejak politik sang ayah berpengaruh
kuat pada Megawati. Karena sejak mahasiswa, saat kuliah di Fakultas Pertanian
Universitas Pajajaran, ia pun aktif di GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional
Indonesia).
1986
- Pergantian tampuk pimpinan pemerintahan Indonesia.
- Tahun 1986 ia mulai masuk ke dunia politik, sebagai wakil ketua PDI Cabang Jakarta Pusat. Karir politiknya terbilang melesat. Mega hanya butuh waktu satu tahun menjadi anggota DPR RI.
1993
- Dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.
1996
Namun, pemerintah tidak puas dengan
terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI
di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Mega tidak menerima pendongkelan
dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum
PDI yang sah. Kantor dan perlengkapannya pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak
Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan
kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah memberi ancaman akan
merebut secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.
Ancaman Soerjadi kemudian menjadi
kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor
DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan
pendukung Mega meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang
dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli. Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa
aktivis mendekam di penjara.
Peristiwa penyerangan kantor DPP PDI
tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, ia makin mantap mengibarkan perlawanan.
Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas di pengadilan. Mega tetap
tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terbalah dua: PDI di bawah Soerjadi dan PDI
pimpinan Mega. Pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah.
Namun, massa PDI lebih berpihak pada Mega.
1997
Keberpihakan massa PDI kepada Mega
makin terlihat pada pemilu 1997. Perolehan suara PDI di bawah Soerjadi merosot
tajam. Sebagian massa Mega berpihak ke Partai Persatuan Pembangunan, yang
kemudian melahirkan istilah “Mega Bintang”. Mega sendiri memilih golput saat
itu.
1999
Pemilu 1999, PDI Mega yang berubah
nama menjadi PDI Perjuangan berhasil memenangkan pemilu. Meski bukan menang
telak, tetapi ia berhasil meraih lebih dari tiga puluh persen suara. Massa
pendukungnya, memaksa supaya Mega menjadi presiden. Mereka mengancam, kalau
Mega tidak jadi presiden akan terjadi revolusi.
Namun alur yang berkembang dalam
Sidang Umum 1999 mengatakan lain: memilih KH Abdurrahman Wahid sebagai
Presiden. Ia kalah tipis dalam voting pemilihan Presiden: 373 banding 313
suara.
2001
Namun, waktu juga yang berpihak
kepada Megawati Sukarnoputri. Ia tidak harus menunggu lima tahun untuk
menggantikan posisi Presiden Abdurrahman Wahid, setelah Sidang Umum 1999
menggagalkannya menjadi Presiden. Sidang Istimewa MPR, Senin (23/7/2001), telah
menaikkan statusnya menjadi Presiden, setelah Presiden Abdurrahman Wahid
dicabut mandatnya oleh MPR RI.
2004
Masa pemerintahan Megawati ditandai
dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, dalam masa
pemerintahannyalah, pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan
secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di
Indonesia. Ia mengalami kekalahan (40% – 60%) dalam pemilihan umum presiden
2004 tersebut dan harus menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang
Yudhoyono mantan Menteri Koordinator pada masa pemerintahannya.
Perjalanan karir
- Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (Bandung), (1965)
- Anggota DPR-RI, (1993)
- Anggota Fraksi DPI Komisi IV
- Ketua DPC PDI Jakarta Pusat, Anggota FPDI DPR-RI, (1987-1997)
- Ketua Umum PDI versi
- Munas Kemang (1993-sekarang) PDI yang dipimpinnya berganti nama menjadi PDI Perjuangan pada 1999-sekarang
- Wakil Presiden Republik Indonesia, (Oktober 1999-23 Juli 2001)
- Presiden Republik Indonesia ke-5, (23 Juli 2001-2004)
Perjalanan pendidikan
- SD Perguruan Cikini Jakarta, (1954-1959)
- SLTP Perguruan Cikini Jakarta, (1960-1962)
- SLTA Perguruan Cikini Jakarta, (1963-1965)
- Fakultas Pertanian UNPAD Bandung (1965-1967), (tidak selesai)
- Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972), (tidak selesai)
0 komentar:
Posting Komentar